PROBLEM
KENEGARAAN DAN KEWARGANEGARAAN
1.
Beberapa waktu yang lalu sebelum
ramai-ramai persoalan reshufel kabinet, telah terjadi gejolak para petani
kentang Dieng yang berbondong-bondong ke jakarta untuk melakukan ”demo”
menuntut penghentian impor kentang yang dirasa merugikan petani kentang.
Persoalan impor ini pada dasarnya sekedar pengulangan kisah ironi lain, yaitu
Indonesia yang mempunyai panjang pantai terpanjang keempat di dunia, yaitu
95.151 km itupun sampai mengimpor garam. Bahkan jauh sebelum itu, yaitu sejak Orde Baru, pesoalan impor beras tidak
banyak dipersoalkan. Padahal jumlah penduduk bertambah, petani dan lahan
semakin berkurang, tetapi mengapa penghasil beras tidak bisa menikmati hukum
ekonomi yang wajar, yaitu penawaran tetap,permintaan meningkat, maka seharusnya
harga naik. Mengapa untuk indonesia hal
itu tidak terjadi ?. Karena ada impor beras.
Bahkan yang
lebih aneh lagi, untuk pemain sepak bola yang hanya dibutuhkan 11 orang saja
dari 230an juta penduduk Indonesia, kita harus mengimpor pemain asing sampai
lebih dari 7 orang (yang dalam bahasa kewarganegaraan adalah naturalisasi).
Berdasarkan kondisi yang seperti ini, apakah memang Indonesia ini juga perlu impor
Presiden? Atau kalau itu tidak memungkinkan, apakah perlu kita mendeklarasikan
diri saja menjadi wilayah negara asing tertentu yang pendapatannya perkapita
terbesar didunia,sehingga dapat mensejahterakan penduduknya terutama para
petani sebagaimana petani-petani di negara maju seperti Eropa, AS, dan Jepang.
Analisis berdasarkan perspektif Ilmu dan Pendidikan
Kewarganegaraan
2.
Kaderisasi
menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam regenerasi kepemimpinan
nasional. Susilo Bambang Yudoyono mulai menjadi presiden pada usia 55
tahun,Megawati usia 54 tahun, Abdurrahman wahid 59 tahun, Habibi 62 tahun.
Sedangkan Suharto pada usia 46 tahun, Sedangkan Sukarno 44 tahun. Pada sisi
lain tokoh-tokoh partai politik muda kenyataanya terindikasi korupsi atau
perbuatan tercela lain seperti Andi Malaranggeng, Muhaimin Iskandar, Angelina
sondakh, Anas Urbaningrum, Nasarudin dan lain sebagainya. Apalagi dibandingkan
dengan tokoh-tokoh pergerakan yang hampir semuanya di usia 30-40 tahun, seperti
Sjahrir, Kasman Singodimejo, Tan Malaka, Sutomo, Bung Tomo dan masih banyak
lagi.
Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut diatas, apabila
dilihat dengan persepektif kewarganegaraan, apa komentar dan pendapat saudara
sebagai generasi muda.
Jawaban
:
1. Analisis kebijakan Impor berdasarkan
perspektif Ilmu dan Pendidikan kewarganegaraan.
Pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dewasa ini memilih kebijakan impor. Dan
kebijakan ini dijalankan tanpa didahului tindakan pembenahan birokrasi yang
bertanggungjawab mengurus produksi, stok, distribusi dan perdagangan dalam
negeri. Misalnya saja kebijakan impor beras. ketika musim panen raya tiba beras
impor yang lebih murah membanjiri tanah air, sehingga harga beras pun turun
drastis. Jatuhnya harga beras lokal itu juga tak terlepas dari membanjirnya
beras impor dan selundupan di berbagai daerah karena tak ada pengamanan yang
baik. Masalah besar muncul kembali ketika harga pasar naik, konsumen
kebingungan, tetapi petani pun ikut bingung karena kenaikan harga tidak
berimbas pada kenaikan harga gabah. Contoh lain, Kebijakan Mendag memberikan
izin terhadap importasi kentang membuat petani kentang terpuruk dan tidak dapat
menikmati harga yang optimal. Setiap kali Kementerian Perdagangan melegalisasi
impor, semakin menegaskan kebijakannya tidak berpihak kepada petani namun
kepada pasar.
Hal
ini dirasa sama dengan kebijakan Impor garam. Pada tahun 2010 harus diakui
garam impor sangat diperlukan untuk memenuhi konsumsi garam nasional. Proses
produksi garam yang masih mengandalkan proses alami dari panas sinar matahari
telah menjadi kendala ketika cuaca buruk, seperti yang terjadi sepanjang 2010.
Sebagian besar masyarakat mempertanyakan kenapa Indonesia yang lautnya luas
masih mengimpor garam. Seharusnya para pemangku kepentingan sadar hal itu dan
membuat kebijakan pergaraman nasional yang baik. Hal ini disebabkan oleh
pemerintah tidak serius membenahi proses produksi garam nasional. Seharusnya
sejak lama pemerintah dan perguruan tinggi dapat mengembangkan berbagai
teknologi tepat guna dan ekonomis bagi para petani garam, namun hal itu hanya
berhenti di angan-angan. Bahkan ketika ditanyakan pada kalangan perguruan
tinggi dan pemerintah: adakah ahli garam di Indonesia? Sungguh Ironis, banyak
yang tidak tahu siapa ahli garam yang ada di negara bahari ini.
v Analisis Kebijakan Impor berdasarkan perspektif Ilmu dan Pendidikan Kewarganegaraan
Kegentingan
situasi kelaparan dan bencana alam, agaknya lebih berat pada penerapan faham
atau pola pikir sekuler dan liberal yang bertumpu pada kekuatan ekonomi semata.
Hal ini logis dalam konteks demokrasi dan globalisasi. Tetapi dengan
diterapkannya kebijakan impor beras, kentang, garam bahkan pemain sepak bola
dimotivasi oleh faham sekuler dan liberal tersebut, bukankah pemerintah telah
mengabaikan faham politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama sesuai nilai-nilai
yang dianut bangsa Indonesia dalam Pancasila, salah satunya adalah keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Kebijakan impor tersebut identik dengan intervensi
pemerintah secara berlebihan terhadap sistem ketahanan nasional, sehingga
peranan negara dimaksimalkan dan sebaliknya peranan masyarakat diminimalkan.
Intervensi
pemerintah dan peranan negara memang diperlukan, tetapi harus terencana dengan
baik dan akurat, dahulukan pembenahan birokrasi pemerintah dan optimasi
produksi dalam negeri melalui pemberdayaan SDM Indonesia. Dapat disimpulkan
bahwa kebijakan impor yang sekuler dan liberal tersebut, dasar batiniahnya
rapuh atau kurang kokoh. Oleh sebab itu disarankan supaya kelemahan-kelemahan
mendasar dalam mengatasi masalah impor, khususnya birokrasi pemerintah harus
segera diperbaiki.
Jika tidak, maka akan tidak kelihatan bekas-bekas keberhasilan usaha yang sudah dijalankan pemerintah.
Jika tidak, maka akan tidak kelihatan bekas-bekas keberhasilan usaha yang sudah dijalankan pemerintah.
Sebenarnya
kebijakan impor ini dapat dilakukan hanya pada situasi genting saja. Misal pada
saat pemerintah gencar gencarnya mengimpor pemain sepak bola pada situasi yang
mendesak saja karena belum ada bibit bibit unggul di negara ini. Tetapi dengan
berjalannya waktu, pemerintah juga harus mencari dan mengembangkan sendiri
bakat-bakat pesepak bola yang dimiliki negara ini melalui pelatihan-pelatihan
dan arahan-arahan. Jadi, pemerintah tidak terkesan hanya mencari pemain
naturalisasi tetapi juga mendidik generasi-generasi kita untuk mempunyai skill
yang memadai.
Pada
dasarnya Indonesia tidak perlu mengimpor apapun dari luar (apabila tidak pada
keadaan yang mendesak), karena Indonesia memiliki SDA dan SDM yang begitu
besarnya. Seharusnya Pemerintah dan masyarakat bekerjasama dalam mengembangkan
SDA yang kita miliki. Dengan adanya kerjasama baik antara pemerintah maupun
rakyat, diharapkan akan tercipta generasi-generasi muda yang dapat menggali dan
mengembangkan potensi bangsa ini. Kongkritnya, pemerintah dan partai politik
pendukungnya, perlu melakukan pencerahan ulang apakah karyanya sudah bermutu
terbaik, bermotif keadilan dan bermetoda benar dengan mengajak serta melibatkan
komponen-komponen masyarakat.
2. Kaderisasi
Dilihat Dari Persepektif Kewarganegaraan.
“Leader
is Action, not position” (Donald H. Mc Gannon;13). Kutipan tersebut memang tak
diragukan lagi kebenarannya. Sejatinya, kepemimpinan memang merupakan sebuah
aksi, bukan hanya sekedar posisi. Tanpa memerlukan jabatan, seseorang yang
memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat akan dengan sendirinya menunjukkan bahwa
ia memang seorang pemimpin.
Mari
kita lihat kondisi kepemimpinan di negeri kita. Kita semua mengetahui bahwa
Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Sangat sedikit orang-orang yang berani
tampil di negeri ini untuk menunjukkan bahwa dirinya memang siap memimpin.
Ambil saja contoh Pilpres tahun 2009, seluruh calon Presiden yang maju ke
pentas pemilihan adalah wajah lama. Negara kita butuh pemimpin baru, cukup
sudah orang lama mengisi pentas politik di Indonesia. Sudah saatnya indonesia
mengalami regenerasi kepemimpinan nasional melalui kaderisasi.
- Peran Pemerintah Dalam Mengatasi
Krisis Kepemimpinan Nasional
Saat
ini, langkah yang tepat untuk mengoptimalkan kaderisasi kepemimpinan nasional
adalah dengan menurunkan parliamentary tresshold (ambang batas parlemen) untuk
pencalonan presiden. Dengan begitu, peluang untuk memunculkan pemimpin-pemimpin
baru jadi lebih besar. Akan banyak gagasan baru, akan banyak ide-ide besar dari
para calon pemimpin untuk negeri ini. Akan ada pendidikan politik baru yang
jauh lebih partisipatif dan berkualitas. Kaderisasi ini bisa juga dimulai
dengan adanya pemilu yang sedang pemerintahan galakkan. Dengan adanya pemilu
sangat membantu untuk mensosialisasikan kepada generasi bangsa mengenai politik
di negara ini dan mereka juga dapat berpartisipasi langsung dalam pengambilan
keputusan untuk mempengaruhi kebijakan
serta memilih wakil-wakil rakyat.
Partai
politik harus dipaksa mempersiapkan kader yang memiliki kapasitas dan layak
untuk memimpin bangsa. Pemaksaan ini perlu dilakukan karena selama ini proses kaderisasi
partai politik mandek sehingga regenerasi kepemimpinan nasional juga sulit
terjadi. Kader yang dimaksud bukan hanya sebatas usianya yang harus muda,
melainkan juga kemampuan dalam memimpin bangsa. Calon pemimpin juga harus
memiliki semangat tinggi, integritas, dan rekam jejak yang baik. Untuk
mendapatkan kriteria itu tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Harus dididik,
benar-benar disiapkan.
Sudah
semestinya parpol menanamkan nilai-nilai yang baik dan keteladanan tingkah laku
yang baik. Jika hal itu dilakukan terus-menerus, tidak mustahil akan muncul
kader yang memiliki karakter baik. Saat berkuasa, mereka tidak hanya memikirkan
kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki, tetapi bagaimana menjalankan kekuasaan
dengan amanah. Pemimpin yang ideal memang dari kalangan kaum muda karena lebih
menjanjikan karakter yang dinamis, berani ambil terobosan, dan progresif. Tentu
saja, sosoknya harus bersih, punya visi kebangsaan dan kerakyatan, mampu, dan
berintegritas. Hal ini dilakukan beberapa negara, seperti sejumlah menteri muda
di India.
Jika
parpol gagal menyiapkan calon pemimpin bangsa, kalangan masyarakat sipil harus
mengambil alih peran parpol. Masyarakat sipil harus mencari dan menyiapkan
tokoh-tokoh yang layak memimpin bangsa. Sisa waktu lebih kurang tiga tahun
sebelum pemilu dianggap cukup untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa.
- Peran Mahasiswa Dalam Mengatasi
Krisis Kepemimpinan Nasional
Peran
kita sebagai pemuda terlebih lagi seorang mahasiswa dalam mengatasi krisis
kepemimpinan nasional ialah dengan meyiapkan diri kita untuk memimpin negara.
Persiapan tersebut memang harus dilakukan dari sekarang dan kampus merupakan
medan yang tepat untuk melakukan berbagai aktivitas kepemimpinan mengingat
kampus layaknya miniatur
sebuah negara. Berani untuk mengungkapkan pendapat, mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan yang diselenggarakan, berani memimpin lembaga yang ada di kampus dan bersaing secara sehat dalam berbagai kompetisi kepemimpinan merupakan bentuk persiapan kita menuju kepemimpinan nasional di masa depan. Apabila mahasiswa bisa mengoptimalkan pembelajaran tentang kepemimpinan di kampus, kemudian mempertahankan idealisme setelah keluar dari kampus, maka kedepannya negeri ini akan dipimpin oleh orang-orang yang memang layak untuk dianggap sebagai pemimpin.
sebuah negara. Berani untuk mengungkapkan pendapat, mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan yang diselenggarakan, berani memimpin lembaga yang ada di kampus dan bersaing secara sehat dalam berbagai kompetisi kepemimpinan merupakan bentuk persiapan kita menuju kepemimpinan nasional di masa depan. Apabila mahasiswa bisa mengoptimalkan pembelajaran tentang kepemimpinan di kampus, kemudian mempertahankan idealisme setelah keluar dari kampus, maka kedepannya negeri ini akan dipimpin oleh orang-orang yang memang layak untuk dianggap sebagai pemimpin.
Krisis
kepemimpinan Nasional di Indonesia merupakan masalah yang perlu segera diatasi
demi perubahan bangsa ini. Kepemimpinan yang mengedepankan keteladanan dan
tingkat kemampuan berpikir yang tinggi merupakan kriteria pokok yang harus
dimiliki pemimpin-pemimpin baru agar bisa menjawab segala bentuk permasalahan
bangsa. Sudah saatnya negara memberikan pendidikan kepada calon-calon pemimpin
bangsa untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide besar mereka mengenai masa
depan Indonesia. Mahasiswa pun harus segera mulai menyiapkan diri untuk
memimpin negeri agar siklus kaderisasi kepemimpinan nasional nantinya bisa
berjalan secara seimbang dan berkualitas.
- Aplikasi gerakan kaderisasi generasi muda berbasis nilai ketuhanan dan
kebangsaaan.
Gerakan
pembentukan kaderisasi bangsa diterapkan secara terintegrasi dalam semua akses
pembelajaran baik formal maupun informal. Secara formal, nilai ketuhanan dan
kebangsaan diberikan di semua aspek sistem pendidikan. Nilai agama lebih
intensif diberikan dalam konsep pelatihan maupun ekstrakurikuler yang
diwajibkan. Kurikulum perguruan tinggi yang saat ini sangat mengkuti permintaan
pasar selayaknya digagas ulang. Karena mental kader yang terbentuk dari
pembelajaran yang sangat formal dan eksak tersebut akan sarat dengan apatisme
dan individualitas. Nilai kebangsaan diberikan dengan menumbuh suburkan
kegiatan positif di lembaga pendidikan pada peringatan hari-hari besar Negara. Kegiatan
seremonial dalam hari kemerdekaan, kebangkitan bangsa, sumpah pemuda, hari
kartini, dan lainnya perlu digalakkan untuk membangun rasa kebanggan.
Dalam
bidang non formal, nilai ketuhanan dan kebangsaan diberikan secara
berkelanjutan dalam media informasi dan komunikasi. Termasuk mengontrol nilai
tayangan telivisi yang saat ini kian memprihatinkan. Menggerakkan rumah ibadah
untuk mengadakan kegiatan yang melibatkan kepemudaan. Mengagas sekolah-sekolah
terbuka bagi anak yang tidak mampu. Aktifitas organisasi kepemudaan termasuk
yang resmi atau tidak resmi perlu mendapat perhatian dan arahan. Kegiatan
diarahkan berupa memperbanyak aktivitas sosial, penggalian karya, serta
kretifitas untuk dapat diberdayakan.
Dengan adanya gerakan
kaderisasi generasi muda berbasis nilai ketuhanan dan kebangsaaan ini
diharapkan Indonesia melahirkan generasi muda yang mempunyai moral yang baik.
Dengan begitu, setidaknya akan menghilangkan budaya korupsi yang telah
membudaya dari lapisan terendah sampai yang tertinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar